Penasaran, saya pun mampir menyapa pemilik rumah dan menanyakan tentang buah yang dipajang tersebut. Dengan dialek khas suku Pamona, Ibu Joni (46) menjelaskan, buah-buah yang tergantung di depan rumahnya adalah buah merah yang dijual dengan harga Rp 25.000 hingga Rp 35.000 per buah, tergantung ukurannya.
Buah merah ini dipetik dari pohon yang banyak tumbuh liar di sekitar hutan Kasintuwu, di mana setiap harinya Ibu Joni bersama sang suami masuk hutan untuk mengumpulkan buah merah. Selama ini, pandanus conoideus atau yang lebih dikenal dengan nama buah merah hanya diketahui ada di dataran tinggi Papua. Ternyata tanaman yang konon sangat berkhasiat untuk kesehatan itu pun ada di Pamona.
”Setiap pagi saya bersama suami masuk ke hutan mengumpulkan buah merah untuk dijual. Kalaupun tidak laku terjual, buah merah tersebut kami oleh menjadi sari buah merah,” tutur Ibu Joni yang ditemui akhir pekan lalu.
Pekerjaan mengumpulkan buah merah ini ditekuni keluarga Joni sejak beberapa tahun lalu. Hasil dari penjualan buah merah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ibu Joni hanya salah satu dari warga Suku Pamona di Dusun Kasintuwu yang juga menekuni pekerjaan serupa. Masyarakat suku Pamona meyakini, jika mengonsumsi buah merah, daya tahan tubuh akan meningkat dan berbagai penyakit dapat disembuhkan.
Akibat keyakinan itu, tak heran jika banyak warga di wilayah perkampungan Kasintuwu mengonsumsi buah merah dan kemudian menjualnya untuk penghasilan. ”Bukan hanya warga yang bermukim didaerah Luwu Timur, melainkan banyak juga pembeli buah merah yang datang dari daerah lain," ungkap Salmon, salah seorang pedagang buah merah di Jalan Poros Kasintuwu.
Perkampungan suku Pamona ini memang berada di dataran tinggi pegunungan Kasintuwu. Jaraknya berkisar 40 kilometer dari pusat Kecamatan Mangkutana, tepatnya di daerah perbatasan antara Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan, janganlah menggunakan kata-kata kotor, maka komentar tersebut akan di kenakan spam