Setiap orang pasti memiliki cara-cara tersendiri jika berhadapan dengan stres. Salah satunya adalah makan banyak makanan atau ngemil dan pergi berbelanja. Biasanya hal ini dilakukan oleh kaum wanita.
Namun orang-orang yang mengalami stres ini akan jadi lebih selektif ketika berbelanja untuk mengatasi tantangan yang mungkin terjadi di masa depan. Hal ini diungkap sebuah studi baru yang dipublikasikan dalam Journal of Consumer Research.
Penyanyi dan presenter Tammy Faye Bakker pernah berkata, "Saya selalu mengatakan bahwa belanja itu lebih murah daripada pergi ke psikiater."
"Konsisten dengan pernyataan tersebut, studi ini pun menunjukkan bahwa konsumen menggunakan berbagai produk untuk mengatasi tantangan terhadap citra dirinya sekaligus untuk secara proaktif melindungi dirinya sendiri dari tantangan potensial di masa depan," ungkap peneliti Soo Kim dan Derek D. Rucker dari Kellog School of Management, Northwestern University.
Retail therapy atau terapi retail sendiri merupakan mekanisme untuk mengatasi stres yang sebenarnya sudah sangat umum dilakukan. Setelah mengalami stres yang menantang citra dirinya, konsumen cenderung meningkatkan konsumsinya dalam rangka mengalihkan perhatian dan "melupakan segala hal yang terjadi."
Namun apakah konsumen berbelanja untuk mengatasi stres setelah penyebab stres itu terjadi? Jawabannya tidak. Peneliti menemukan bahwa konsumen juga berbelanja secara proaktif ketika menghadapi tantangan potensial di masa depan yang menyangkut citra dirinya.
Meski begitu, konsumen cenderung sangat selektif dalam memilih produk-produk yang spesifik untuk situasi yang berpotensi negatif atau memberikan respon negatif.
Misalnya seorang siswa mungkin membeli sebotol 'Smart Water' sebelum menjalani ujian matematika. Tentu saja dengan asumsi air itu bisa membantunya berpikir dan mengerjakan soal-soal ujian dengan baik. Atau seorang konsumen yang membeli beberapa perhiasan mahal sebelum menghadiri reuni SMA untuk menghindari persepsi bahwa sebenarnya si konsumen ini belum sukses atau bahkan pengangguran.
Contoh lainnya seperti Anda membeli baju dari desainer terkemuka untuk menghadiri pertemuan penting yang menentukan masa depan perusahaan.
Sebelum menerima umpan balik negatif, konsumen memilih menggunakan produk yang secara khusus bertujuan untuk memperkuat atau menjaga citra dirinya yang mungkin berada di bawah ancaman.
"Namun setelah menerima umpan balik negatif, tampaknya konsumen justru meningkatkan konsumsinya sebagai alat untuk mengalihkan perhatian mereka dari umpan balik negatif tersebut," simpul peneliti seperti dilansir dari health24, Kamis (21/6/2012).
Namun orang-orang yang mengalami stres ini akan jadi lebih selektif ketika berbelanja untuk mengatasi tantangan yang mungkin terjadi di masa depan. Hal ini diungkap sebuah studi baru yang dipublikasikan dalam Journal of Consumer Research.
Penyanyi dan presenter Tammy Faye Bakker pernah berkata, "Saya selalu mengatakan bahwa belanja itu lebih murah daripada pergi ke psikiater."
"Konsisten dengan pernyataan tersebut, studi ini pun menunjukkan bahwa konsumen menggunakan berbagai produk untuk mengatasi tantangan terhadap citra dirinya sekaligus untuk secara proaktif melindungi dirinya sendiri dari tantangan potensial di masa depan," ungkap peneliti Soo Kim dan Derek D. Rucker dari Kellog School of Management, Northwestern University.
Retail therapy atau terapi retail sendiri merupakan mekanisme untuk mengatasi stres yang sebenarnya sudah sangat umum dilakukan. Setelah mengalami stres yang menantang citra dirinya, konsumen cenderung meningkatkan konsumsinya dalam rangka mengalihkan perhatian dan "melupakan segala hal yang terjadi."
Namun apakah konsumen berbelanja untuk mengatasi stres setelah penyebab stres itu terjadi? Jawabannya tidak. Peneliti menemukan bahwa konsumen juga berbelanja secara proaktif ketika menghadapi tantangan potensial di masa depan yang menyangkut citra dirinya.
Meski begitu, konsumen cenderung sangat selektif dalam memilih produk-produk yang spesifik untuk situasi yang berpotensi negatif atau memberikan respon negatif.
Misalnya seorang siswa mungkin membeli sebotol 'Smart Water' sebelum menjalani ujian matematika. Tentu saja dengan asumsi air itu bisa membantunya berpikir dan mengerjakan soal-soal ujian dengan baik. Atau seorang konsumen yang membeli beberapa perhiasan mahal sebelum menghadiri reuni SMA untuk menghindari persepsi bahwa sebenarnya si konsumen ini belum sukses atau bahkan pengangguran.
Contoh lainnya seperti Anda membeli baju dari desainer terkemuka untuk menghadiri pertemuan penting yang menentukan masa depan perusahaan.
Sebelum menerima umpan balik negatif, konsumen memilih menggunakan produk yang secara khusus bertujuan untuk memperkuat atau menjaga citra dirinya yang mungkin berada di bawah ancaman.
"Namun setelah menerima umpan balik negatif, tampaknya konsumen justru meningkatkan konsumsinya sebagai alat untuk mengalihkan perhatian mereka dari umpan balik negatif tersebut," simpul peneliti seperti dilansir dari health24, Kamis (21/6/2012).
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan, janganlah menggunakan kata-kata kotor, maka komentar tersebut akan di kenakan spam